Google Webmaster Tools; Agriculture, Biotechnology
Tulisan ini saya mulai dengan menyampaikan pandangan saya dari daratan terhadap laut, dan dari pandangan tersebut tentang bagaimana memuliakan laut. Terlebih khusus akan dibahas bagaimana membangun pertanian kepulauan yang tepat untuk memanfaatkan lahan pada lingkungan pulau-piulau kecil.
Laut dan lautan meliputi 92,4% dari total wilayah Provinsi Maluku, sekitar 65% dari total wilayah Negara Indonesia (luas laut teritorial, ZEE dan 12 mil), dan sekitar 70% permukaan bumi. Artinya, laut dan lautan mendominasi wilayah Provinsi Maluku, Negara Indonesia dan dunia, dan dengan demikian mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap seluruh kehidupan di laut maupun di darat. Marine science dan oceanoghraphy merupakan cabang-cabang ilmu yang telah berkembang cukup maju, mendiskripsikan berbagai aspek fisik, kimia, biologi dan geografi laut dan lautan. Telah diketahui laut dan lautan jelas sangat berpengaruh terhadap kehidupan di darat, termasuk kegiatan petanian. Pada wilayah kepulauan dengan pulau-pulau kecil, pengaruh laut terhadap kehidupan dan aktivitas di darat lebih nyata lagi. Sebaliknya, kegiatan yang terjadi di darat dalam jangka panjang atau dalam skala yang besar dapat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap laut dan lautan. Sungai, laut dan lautan cenderung menjadi sink dari aliran partikel fisik (seperti sedimen), senyawa-senyawa kimia (termasuk polutan), biomasa terdegradasi dan organism, khususnya mikroorganisme, yang dihasilkan atau timbul dari kegiatan pertanian (dalam arti luas) yang terjadi di darat. Jika aktivitas pertanian berlangsung dalam skala besar dan kurang memperhatikan dampak lingkungan, maka dampak negatifnya tidak hanya terjadi pada muara-muara sungai tetapi bisa sampai pada laut dan lautan yang jauh, karena sifat laut dan lautan itu sendiri yang memiliki pola arus tertentu. Pada gilirannya, segala sesuatu yang berasal dari kegiatan di darat itu dapat berpengaruh secara negatif terhadap segala dinamika kehidupan di laut. Laut yang subur dan kaya akan keanekaraganam hayati menjadi laut yang miskin. Pencemaran juga akan merusak kehidupan di sekitar pesisir, baik secara biologi maupun secara ekonomi, seperti rusaknya lingkungan pesisir, bakau, terumbu karang, padang lamun dan rumput laut, bahkan produktiivitas laut lepas. Selanjutnya saya uraikan bagaimana pertanian yang ada di Maluku saat ini, dalam kaitannya dengan tema ‘Memuliakan Laut”. Di antara berbagai tipe pertanian yang ada, pertanian Maluku didominasi oleh petanian kepulauan atau peranian pulau-pulau kecil. Pulau-pulau kecil memiliki karakteristik: berbukit/bergunung, memiliki DAS yang sempit, rentan terhadap kerusakan lingkungan dan bencana, kaya dengan keragaman hayati endemik, dan sebagian besar penduduknya tinggal di sepanjang pesisir. Pengelolaan pulau-pulau kecil harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, terhadap komponen biofisik dan sosio-ekonomi masyarakatnya. Sementara itu, dalam kaitannya dengan pertanian, pulau-pulau kecil di Maluku memiliki karakteristik: a) Rentan terhadap pemanasan global yang sedang terjadi saat ini, yang mengakibatkan naiknya permukaan air laut, sehingga luas daratan makin berkurang, b) mempunyai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang cukup luas, sehingga wilayah perairan merupakan daya dukung utama pembangunan wilayah yang umumnya terjadi di darat, c) Daya dukung dan luas lahan yang terbatas untuk pertanian atau berkebun dan umumnya telah mengalami eksploitasi secara berlebihan, d) Peka terhadap bencana alam, seperti vulkanisme, gempa bumi dan tsunami, e) Umumnya terisolasi dan jauh dari pasar utama, f) Terbuka untuk sistem ekonomi skala kecil, namun sangat peka terhadap kejutan pasar dari luar dalam skala yang lebih besar, g) Rantai distribusi dan pemasaran mengalami kendala geografis dan rentang kendali yang panjang, h) Mempunyai infrastruktur pertanian yang terbatas, dan i) Pendidikan, keterampilan petani dan penduduknya serta teknologi sangat terbatas. Berbeda dari pertanian pulau besar yang bersifat kontinental, serta cenderung bersifat sektoral dan monokultur, pertanian pulau kecil yang ada di Maluku didominasi oleh sistem pertanian polikultur, misalnya dalam bentuk ‘dusung’ atau bentuk-bentuk agroforestri lainnya. Oleh sebab itu, konsep pembangunan pertanian untuk pulau-pulau kecil di Maluku mesti berbeda dengan pertanian kontinental. Namun, kenyataannya pola pertanian kontinental cenderung ‘dipaksakan’ melalui program-program pemerintah, seperti pengembangan kawasan komoditas, atau oleh motivasi ekonomi swasta dalam bentuk pembukaan perkebunan-perkebunan yang luas (misalnya kasus kelapa sawit). Sejarah dan pengalaman sejak zaman kolonial membuktikan bahwa jika pembangunan pertanian yang bersifat sektoral dengan sistem pertanian yang monokultur diterapkan pada pertanian di pulau-pulau kecil, maka tidak akan berhasil dan akan menimbulkan dampak negatif terhadap lahan, lingkungan dan masyarakat. Sebaliknya, pembangunan pertanian di Maluku perlu diarahkan untuk membangun, mengembangkan dan melestarikan sistem pertanian campuran atau polikultur, misalnya misalnya dalam bentuk ‘dusung’, yang memerlukan sistem pengelolaan yang non-sektoral, integratif dan holistik. Namun demikian, system pertanian yang demikian harus dikembangkan lebih lanjut secara science-based, agar lebih produktif dan lestari, sehingga mampu menyejahterakan masyarakat secara kerkelanjutan.. Salah satu konsep yang dapat dikembangkan untuk membangun pertanian kepulauan yang produktif, mensejahterakan masyarakat dan lestari (sustainable) adalah konsep ‘hulu-hilir’ yang padat dipandang dari dua sisi pandang. Sisi pandang pertama adalah berdasarkan geomorfologi pulau, dengan pengembangan pada bagian hulu dengan agroforestri, di antara hulu dan hilir dengan agrohortipastura, dan pada bagian hilir dengan marinkultur. Sisi pandang kedua adalah hulu-hilir berdasarkan sosial-ekonomi masyarakat, dengan penguatan masyarakat baik pada on-farm (budidaya tanaman) maupun off-farm (industri sarana pertanian, penanganan sektor permodalan, pengolahan hasil pertanian serta pemasaran). Untuk menunjang konsep pembangunan pertanian kepulauan diperlukan sistem pendidikan yang sesuai serta menyediakan tenaga professional dan terampil untuk membangun dan mengelola sistem pertanian yang sesuai dengan wilayah kepulauan, serta berbasis sumberdaya lokal. Ini bisa dicapai dengan pendirian dan pengembangan pendidikan vokasional, seperti politeknik dan community college, serta pendidikan para penyuluh pertanian secara khusus. Dalam implementasinya di Maluku, pembangunan pertanian di wilayah ini harus menyesuaikan dengan konsep gugus pulau, yang telah dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi Maluku. Konsep kerterpaduan hulu-hilir secara geografis dari hulu ke hilir dan pantai perlu dilaksanakan dalam pengembangan komoditas pada setiap gugus pulau. Pengembangan pertanian berdasarkan gugus pulau juga harus dilakukan sesuai dengan karakteristik wilayah, dan penentuan komoditas andalan yang apabila mempunyai keunggulan kompetitif akan dijadikan komoditas unggulan pada suatu gugus puilau atau pasa skala wilayah yang lebih kecil. Membangun pertanian kepulauan juga perlu memperhatikan trend global dalam hubungan dengan emisi gas rumahkaca yang menyebabkan pemanasan global. Dalam hal ini, kerangka konseptual dalam pengembangan pertanian kepulauan harus mempertimbangkan kondisi ekologis, ekonomi dan sosial-budaya, serta diarahkan kepada pengembangan green economy yang dapat menjamin ekosistem pulau-pulau kecil, sumberdaya lahan dan hutan, kelestrian produksi, konservasi biodiversitas, stabilitas sosial ekonomi masyarakat kepulauan, serta adaptasi dan mitigasi untuk menghadapi perubahan iklim global yang sedang terjadi saat ini. Dalam perencanaan dan implementasinya untuk pengembangan kesatuan pengelolaan hutan, dimana semua fungsi hutan (produksi, koservasi, lindung) serta areal penggunaan lain harus dilakukan untuk menjaga fungsi hidrourologi yang berbasis DAS. Dengan dimikian untuk menjamin semua fungsi tersebut dapat dikembangkan agroforestry dan social forestry. Telah terbukti dalam sejarah, bahwa ‘dusung’ dan hutan yang ada di Kepulauan Maluku mampu melestarikan lahan darat pulau-pulau yang ada di sana, tetapi juga turut melestarikan pesisir, laut dan lautan di Maluku, jika ditinjau dari aspek biologi, ekologi, ekonomi dan estetika. Berdasarkan uraian di atas, berikut disampaikan beberapa pikiran tentang ‘membangun pertanian kepulauan yang memuliakan laut’:
Tulisan pada buku berikut: Raharjo, S. 2017. Membangun pertanian kepulauan yang memuliakan laut. Dalam: J.P. Haumahu, R. Maail. J.J. Fransz, H. Rahatta dan J. Titarsole (Eds), pp 210-216. Memuliakan Laut. Buah Pikiran Akademisi Universitas Pattimura. Pattimura University Press, Ambon. 281p
0 Comments
Pertanian memainkan peran yang semakin penting dalam ekonomi berbasis hayati, yakni menyediakan bahan baku untuk produksi bahan bakar cair, bahan kimia, dan bahan-bahan canggih, seperti komposit serat alami untuk industri, selain fungsi utamanya yang konvensional yaitu menyediakan pangan dan pakan. Munculnya industri hijau memberikan peluang yang yang lebih luas pada sektor perdesaan di luar kehutanan tradisional yaitu untuk penyediaan kayu. Ilmu biologi memiliki kemampuan untuk melakukan peningkatan efisiensi secara bertahap dan untuk membawa perubahan radikal dalam berbagai sektor, termasuk sektor pertanian. Peranan ilmu biologi tersebut termasuk dalam produksi enzim, fermentasi dan organisme untuk proses dan produk dalam industri energi, kimia, farmasi, makanan, tekstil, serta pulp dan kertas.
Di samping itu, ilmu biologi dan ilmu tentang material yang bekerja sama dalam pertanian memiliki potensi yang sangat besar dalam sektor energi, komposit serat alam, dan pati. Sebagian besar potensi ini sudah direalisasikan, terutama ketika mempertimbangkan pertumbuhan yang cepat dari sektor bahan bakar hayati (biofuel). Pada saat ini, etanol sudah lazim diproduksi dari bahan baku yang asalnya dari pertanian yang mudah difermentasi seperti tebu, bit gula, biji-bijian sereal dan ubi kayu. Biodiesel diproduksi dari minyak nabati (biasanya rapeseed, kedelai dan minyak kelapa sawit) menggunakan proses modifikasi kimia yang disebut tranesterifikasi. Perkembangan produksi bahan bakar nabati cair telah bertambah dua kali lipat dengan cepat dari 68,3 juta ton pada tahun 2006 menjadi 130 juta ton pada tahun 2011. Produksinya saat ini menggunakan bahan baku yang diproduksi dari lebih dari 45 juta ha lahan. Ekonomi berbasis hayati yang berkembang didasarkan tuntutan untuk memenuhi efisiensi energi, stok pakan terbarukan dalam produk polimer, proses industri yang mengurangi emisi karbon dan bahan daur ulang. Produksi serat alami merupakan contohnya Misalnya, untuk menanam agas menhasilkan satu ton serat rami membutuhkan kurang dari 10 persen energi yang digunakan untuk produksi polipropilen untuk menghasilkan serat sintetis Pemrosesan sisal menghasilkan residu yang dapat digunakan dalam biokomposit untuk membangun rumah atau dibakar untuk menghasilkan listrik. Pada akhir siklus hidupnya, serat alami 100 persen dapat terurai secara hayati, dengan demikian jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan serta sintetis Serat alami memiliki sifat penting, yakno kekuatan mekanik, berat rendah dan biaya rendah, yang membuatnya sangat menarik bagi industri otomotif. Pabrikan mobil menggunakan abaca, rami, dan serat dari sabut kelapa dalam panel termoplastik cetak-tekan untuk komponen interior. Kepadatan rendah serat tanaman juga mengurangi berat kendaraan, yang mengurangi konsumsi bahan bakar. Di seluruh dunia, industri konstruksi beralih ke serat alami untuk berbagai produk, termasuk dinding struktural ringan, bahan insulasi, penutup lantai dan dinding, serta atap. Di antara inovasi terbaru adalah blok semen yang diperkuat dengan serat sisal yang sekarang sedang diproduksi di Tanzania dan Brasil. Di India, kekurangan kayu yang semakin meningkat untuk industri konstruksi telah memacu pengembangan papan komposit yang terbuat dari serat rami dan serat sabut, yang kandungan ligninnya tinggi, dan telah terbukti membuatnya lebih kuat dan lebih tahan terhadap pembusukan daripada kayu jati. Di Eropa, serat rami digunakan bersama semen dan membuat papan partikel berratnya setengah dari berat papan berbasis kayu. Geotextile adalah bentuk produk lain yang menjanjikan bagi produsen serat alami. Terbuat dari serat alami yang keras, material ini memperkuat kinerja tanah dan mendorong pertumbuhan tanaman dan pohon, yang memberikan penguatan lebih lanjut. Industri ekstrak pati dari tepung yang berasal dari sereal dan umbi-umbian telah mengembangkan bahan tersebut menjadi produk yang digunakan sebagai bahan dan suplemen dalam makanan fungsional, pakan dan non-makanan. Ada lebih dari 600 pati dan derivatifnya yang berbeda-beda, mulai dari pati asli hingga pati yang dimodifikasi secara fisik atau kimia, gula cair dan padat. Industri pati menggunakan teknologi enzimatik untuk hidrolisis, yang memainkan peran penting dalam pengembangan industry kimia hijau sebagai alternatif untuk menggantikan produk berbasis bahan bakar fosil. Misalnya, di sektor kimia, pati digunakan untuk produksi surfaktan, poliuretan, resin, plastik dan farmasi yang dapat mengalami biodegradasi. Ketika difermentasi, pati digunakan dalam produksi asam sitrat, asam laktat, asam amino, asam organik, enzim, ragi dan etanol. Aplikasi berbasis hayati lainnya yang melibatkan produk pati meliputi pengikat, pelarut, biopestisida dan pelumas. Ekonomi beberlanjutan berbasis pertanian yang berkembang pesat, terutama yang menghasilkan bahan bakar cair, memang telah menyebabkan adanya debat “makanan versus bahan bakar”. Hubungan antara industri hayati dan ketahanan pangan sangat kompleks dan bersifatmulti-dimensi. Untuk memastikan pengembangan berkelanjutan dari sektor hayati menjadi menantang ketika orang mencoba untuk menangkap manfaat potensial pertanian dan industri hayati ini dalam kaitan dengan pembangunan perdesaan, menghadapi perubahan iklim dan keamanan non-pangan. Misalnya, pertumbuhan yang cepat dan skala yang besar dari sektor biofuel memiliki potensi implikasi negatif terhadap keempat dimensi ketahanan pangan (ketersediaan, akses, stabilitas, dan pemanfaatan), karena dapat mengakibatkan peningkatan persaingan untuk sumber daya tanah dan air, yang mengarah pada harga pangan yang meningkat dan kurang stabil. Namun, pada saat yang sama, hal itu dapat menciptakan lapangan kerja baru, peluang yang menghasilkan pendapatan, dan investasi dalam teknologi produksi. Peluang ini terutama bias terjadi di negara-negara dengan lahan marginal yang berlimpah dan iklim yang kondusif untuk produksi bahan baku, di mana lahan seperti itu akan terlalu mahal biayanya untuk dikembangkan bagi budidaya tanaman pangan. Peluang yang demikian itu ada, misalnya, di negara-negara Amerika Latin, Asia Tenggara dan Afrika sub-Sahara. Indonesia juga perlu menyambut perkembangan di dunia dalam penggali peluang pertanian danindustri berbasis hayati sebagaimana diuraikan sebelumnya. Pertanian masa depan tidak hanya berfungsi yang berkaitan dengan produksi pangan, sandang, bahan bangunan, tetapi juga bahan industri, obat-obatan dan energi. Di samping itu peranan pertanian akan menyangkut aspek yang lebih luas lagi, seperti produksi udara bersih dan oksigen, serapan CO2 (perdagangan karbon), estetika lansekap, air bersih dan agrowisata. Petani dan pengusaha tani dengan demikian harus lebih jeli melihat kesempatan-kesempatan yang ada untuk memproduksi barang dan jasa. Mereka harus mampu melihat pertaniannya sebagai sesuatu yang multi-fungsi. Pemerintah da swasta juga harus menciptakan kondisi yang baik bagi berkembangnya pertanian berbasis hayati serta mengembangkan SDM (khususnya pengusaha tani) yang kompeten untuk berusahatani yang berbasis hayati. Bacaan: www.Naturalfibres2009.org/en/index.html; www.europabio.org/Industrial_biotech; www.fao.org/bioenergy Hubungan antara genetika pertanian dan ekologi pertanian erat sekali. Kedua bidang tersebut semestinya saling melengkapi. Misalnya, pemuliaan tanaman, sebagai penerapan genetika dalam bidang pertanian, selalu berusaha menciptakan varietas tanaman yang tahan terhadap berbagai hama atau penyakit tertentu. Sedangkan sebenarnya, saling hubungan antara tanaman inang dengan hama ataupun penyakit merupakan aspek yang juga ditelaah dalam ekologi pertanian.
Kerapuhan (Vulnerabilitas) Genetik Vulnerabilitas genetik pada tanaman adalah kepekaan suatu varietas tanaman penting terhadap serangan yang merusak dari hama atau penyakit yang baru dikenal, sebagai akibat keseragaman genetik tanaman tersebut. Serangan hama atau penyakit yang hebat dan meluas dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Akan tetapi, dalam penelaahan tentang vulnerabilitas genetik, faktor yang menjadi pusat perhatiannya ialah keseragaman genetik dari suatu tanaman pertanian yang penting. Bencana kelaparan yang diakibatkan karena kerusakan pertanaman kentang di Irlandia merupakan contoh akibat dari vulnerabilitas genetik yang hebat. Kentang merupakan makanan pokok penting di Irlandia sejak diperkenalkan pada awal abad ke 17. Hingga awal tahun 1840-an, sebagian besar lahan pertanian di Irlandia ditanami dengan tanaman kentang, kebanyakan dari varietas/klon 'lumpers'. Varietas ini rentan terhadap penyakit lanas (disebabkan oleh cendawan Phytophthora infestans, yang sebelumnya tidak dikenal di Eropa. Pada tahun 1845 serangan lanas yang sangat hebat terjadi dan hingga tahun 1848 telah meluas ke negara-negara Eropa yang lain. Serangan lanas tersebut mengakibatkan bencana kelaparan yang terjadi pada tahun 1845 dan 1846; lebih dari dua juta orang meninggal dunia, dan dua juta orang lainnya mengungsi atau beremigrasi ke Amerika Utara. Ini merupakan contoh paling drastis dari suatu bencana yang disebabkan oleh sempitnya keanekaragaman genetik pada suatu tanaman pangan penting. Di Amerika Serikat pada tahun 1970 terjadi kehilangan 15% produksi jagung akibat penyakit daun Helminthosporium maydis pada tanaman jagung hibrida, dengan kerugian bebarapa milyar dollar. Seperti telah kita ketahui bahwa jagung hibrida mempunyai struktur genetik heterozigot yang seragam. Sebagian besar jagung hibrida di Amerika Serikat dibuat dengan menggunakan gen jantan steril Texas atau Texas cytoplasmic male sterile (Tcms). Jagung hibrida ini kebanyakan peka terhadap penyakit daun tersebut. Usaha pertanaman padi di Indonesia juga pernah dikejutkan oleh serangan yang hebat dari hama wereng pada awal tahun 1970-an, yaitu sesudah penggunaan Varietas unggul baru (terutama IR 5, IR 8, C 4, dan Pelita) yang tidak tahan wereng secara meluas di seluruh Indonesia. Sehingga wereng, beserta virus yang ditularkannya, telah menimbulkan kerusakan yang sangat hebat pada pertanaman padi di banyak daerah di Indonesia dan keadaan ini berlangsung beberapa tahun. Ketiga contoh di atas menunjukkan bahwa pertanaman monokultur yang meluas, dengan keadaan genetik yang seragam, dihadapkan atau selalu dibayang-bayangi oleh serangan yang hebat dari hama dan penyakit; karena secara evolusi hama dan penyakit akan memberikan tanggapan terhadap keadaan pertanaman tersebut. Jika suatu hama atau penyakit dengan wajah genetik baru tiba-tiba muncul pada suatu tanaman yang dulunya tahan, kemungkinan besar hama atau penyakit itu akan tersebar secara cepat pada populasi yang secara genetik seragam. Jika serangan hama atau penyakit itu berpengaruh besar terhadap hasil panen, maka akibatnya ialah kehilangan hasil yang sangat parah. Erosi Keragaman Genetik Keragaman genetik, baik pada tanaman-tanaman budidaya maupun pada tumbuh-tumbuhan liar, sangat penting dalam program-program pemuliaan tanaman. Namun pada saat ini, keragaman genetik yang sangat berguna itu tengah mengalami erosi dan pelenyapan dengan derap yang pasti. Tuntutan untuk memperoleh hasil panen yang tinggi mendorong digunakannya satu atau beberapa varietas saja yang berproduksi tinggi. Keseragaman dalam hal bentuk dan ukuran benih, tanaman, maupun hasil panen, dituntut dalam penggunaan teknologi, misalnya mekanisasi dalam pemeliharaan , pemanenan, serta pengolahan hasil panen dan benih. Keseragaman benih dan hasil panen sangat dituntut dalam teknik pemasaran yang selalu menekankan kepada penampakan. Ini semua mendorong digunakannya varietas-varietas tertentu yang seragam. Misalnyal hasil penelitian National Academy of Sciences pada tahun1972 di Amerika Serikat menyatakan bahwa hanya sebagian kecil (rata-rata kurang dari lima macam) dari seluruh varietas yang ada, yang digunakan pada sebagian besar areal pertanaman species-spesies tanaman penting. Dari 197 varietas jagung yang ada di Amerika Serikat, hanya 6 varietas menduduki 71% areal pertanaman jagung. Hanya 3 varietas kapas (dari total 50 varietas) ditanam pada 53% areal pertanaman kapas di negara itu. Sebagian besar tanaman kopi (Coffea arabica) di Amerika Selatan diturunkan dari tanaman tunggal saja, yaitu dari induk di Kebun Raya Amsterdam. Penggunaan varietas tertentu secara meluas sudah barang tentu mendesak dan mengorbankan varietas-varietas lokal yang ada. Akhirnya hal ini akan mengabibatkan kepunahan varietas-varietas lokal tersebut beserta keragaman genetiknya. Tekanan penduduk yang meluas menyebabkan kehancuran areal-areal yang luas dari habitat tanaman asli dan liar melalui penebangan-penebangan hutan, peralihan menjadi daerah pemukiman dan daerah pertanian monokultur. Hal ini juga akan mengorbankan spesies-spesies dan varietas-varietas yang ada. Konservasi Genetik Tanaman Konservasi genetika tanaman merupakan upaya untuk mempertahankan dan melestarikan keragaman genetik tanaman. Secara nyata usaha ini ditempuh dengan memelihara kelestarian Plasma nutfah tanaman. Plasma nutfah tanaman adalah bahan dasar penurunan sifat pada tanaman. Dalam bidang pertanian, plasma nutfah tanaman merupakan sumberdaya yang sangat berguna dalam pengembangan tanaman. Sumberdaya plasma nutfah tidak hauya mencakup spesies-spesies domestikasi yang ada, tetapi juga termasuk varietas primitip, keluarga liar, serta anggota-anggota komunitas alami yang lain. Pertanian primitip dicirikan dengan keragaman, artinya dalam suatu areal terdapat bermacam-macam spesies dan varietas. Sedangkan pertanian maju dicirikan dengan keseragaman. Namun hal yang paling sering terjadi ialah bahwa keragaman dari berbagai tanaman lokal dan liar terdesak oleh varietas yang telah dikembangkan dari daerah yang pertaniannya sudah maju. Salah satu alasan penting yang mendasari kekhawatiran akan punahnya suatu jenis tanaman ialah kemungkinan manfaat tanaman tersebut di masa mendatang. Suatu sifat yang bermanfaat pada tanaman dapat merupakan sesuatu yang Iain daripada nilai pangan. Pada akhir-akhir ini, telah banyak tanaman yang diseleksi untuk penggunaan bukan pangan, seperti untuk minyak pelumas, bahan bakar, lilin, zat-zat untuk pengobatan, bahan perekat, dan sebagainya. Sumberdaya plasma nutfah tanaman menyediakan berbagai kemungkinan manfaat yang juga harus digali. Walaupun mutasi dapat digunakan untuk menciptakan keragaman genetik, akan tetapi pada umumnya tipe-tipe gen baru tidak dapat diciptakan di laboratorium, sehingga varietas primitip dan keluarga liar tetap sangat penting sebagai sumber bahan genetik dalam pemuliaan tanaman. Keluarga liar dari berbagai spesies budidaya telah memberikan dukungan kepada banyak program pemuliaan tanaman, meliputi sumbangan gen-gen ketahanan terhadap hama dan penyakit, peningkatan adaptasi terhadap berbagai lingkungan, peningkatan kualitas hasil, sterilitas jantan dan sebagainya. Untuk melindungi sumberdaya plasma nutfah yang beranekaragam tersebut diperlukan berbagai sistem konservasi yang efektip. Untuk tujuan ini bank genetika tanaman mempunyai peranan yang sangat penting. Pemikiran tentang mendirikan bank genetika ini sudah lama ada dan pada Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia yang diadakan di Stockholm pada tahun 1972 dicetuskan ide tentang sistem internasional bank sumberdaya genetika. Bank genetika terdiri atas dua kelompok, yaitu pusat-pusat konservasi dan koleksi bahan-bahan siap pakai. Pusat-pusat konservasi terutama bertanggung jawab untuk menyimpan dan memelihara benih-benih atau bahan-bahan lainnya dalam waktu yang panjang dan menyediakannya untuk pusat-pusat penelitian yang secara aktip dilaksanakan dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Koleksi bahan-bahan siap pakai dipegang oleh organisasi yang melaksanakan program-program pemuliaan tanaman secara aktip atau yang menyediakan bahan-bahan dasar varietas untuk para pemulia tanaman. Salah satu kegiatan penting dalam konservasi genetika tanaman ialah pengumpulan dan penyimpanan benih dari strain-strain dan rarietas-varietas tanaman. Misalnya, National Seed Storage Laboratory di Fort Collins, Colorado, Amerika Serikat, telah mengumpulkan 78000 macam benih. Ini mencakup varietas-varietas tanaman dari seluruh dunia, seperti jagung, gandum, kapas, kedelai, padi, sorghum, millet, tembakau, bunga matahari, rumput, tanaman hias, sayur-sayuran, dan lain-lain. IRRI di Filipina mempunyai koleksi sejumlah 30000 varietas padi budidaya dan 900 koleksi yang termasuk 38 bentuk keluarga liar dari tanaman padi. Pusat-pusat penyimpanan benih seperti ini juga terdapat di negara-negara lain, seperti di Jepang, Italia, Jerman, Turki, Mexico, dan Uni Soviet. Untuk tanaman-tanaman yang biasa dibiakkan secara vegetatif, bank genetika tanaman biasanya melakukan kegiatan berupa penyimpanan klon-klon dalam bentuk tanaman hidup untuk jenis-jenis tanaman buah-buahan, tanaman hutan, dan lain-lain juga dilakukan di kebun-kebun raya dan di taman-taman nasional. Di samping itu usaha pelestarian plasma nutfah juga dilakukan dengan penyimpanan serbuk sari dan kultur jaringan. Sebagai tambahan bagi bank-bank genetika yang sengaja dibuat oleh manusia, maka pusat-pusat perlindungan dan pengawetan alam memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin agar keragaman alamiah tanaman-tanaman liar maupun keluarga-keluarga liar dari spesies-spesies budidaya beserta perjalanan evolusinya dapat dipertahankan secara wajar. Hanya dengan perlindungan yang bijaksana terhadap sumberdaya plasma nutfah tumbuh-tumbuhan di dunia ini manusia dapat melestarikan lingkup yang sangat luas dari keragaman genetik yang secara potensial mungkin akan sangat berharga, serta menjamin masa depan yang mantap bagi pertanian. Semuanya itu mengandung harapan yang sangat berharga bagi peradaban manusia, walaupun sampai saat ini hanya sedikit saja yang telah kita ketahui. |